KEP MERANTI, SELAT PANJANG - Bripka Richie Fernando Pasaribu, personel Sat Narkoba Polres Meranti didakwa atas kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan Narkoba jenis sabu, menurut Kuasa Hukum-nya, Roland Pangaribuan, SH didampingi Zulfikri, SH menyatakan, penegakan hukum terhadap kliennya itu jangan sampai mati suri dan harus sesuai dengan fakta persidangan yang ada.
Adanya kejanggalan yang ditemukan dalam proses persidangan dan disaksikan oleh majelis hakim harus menjadi pertimbangan musyawarah dalam mengambil keputusan. Apakah kliennya Richie ditemukan terbukti atau tidak, memiliki dan menyimpan sesuai dalam fakta persidangan yang digelar.
"Majelis hakim tentu bisa melihat secara jelas dan terang yang terungkap dalam fakta persidangan, bahwa Narkoba itu bukan milik klien kami Richie. Dan proses penyelidikannya juga tidak ada menggunakan sidik jari, sementara penyidikannya fatal, cacat demi hukum karena tidak memakai material hukum sesuai UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika," ungkapnya kepada sejumlah wartawan, Kamis (31/5/18) siang.
Roland, juga menduga ada unsur kesengajaan untuk menjebak kliennya. Majelis hakim juga mengetahui adanya penyelundupan hukum ditujukan ke kliennya. Karena Richie adalah termasuk personel kepolisian yang memiliki integritas tinggi dalam memberantas peredaran Narkoba di wilayah hukum Meranti.
Sebelumnya atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Meranti, dengan hukuman pidana penjara mencapai 8 tahun menggunakan Pasal 112, menurut Roland, dalam pasal ini terdakwa harus memiliki, menyimpan tetapi dalam fakta persidangan bahwasanya itu tidak ditemukan milik Richie sebagaimana disampaikan dalam tuntutan JPU. Kemudian yang menyimpan, juga bukan Richie, melainkan Ipda W, mengapa yang dituduhkan adalah Richie padahal tidak dibenarkan oleh hukum.
"Kemudian tes urine terhadap kliennya juga sudah dilakukan sebanyak dua kali, memperlihatkan hasil yang sama yakni negatif dan tidak ada ditemukan unsur memakai barang haram itu," katanya lagi.
Sementara itu, orang tua Richie, Lina Boru Sianipar berharap, anaknya ini dapat dibebaskan dari jeratan hukum atas apa yang dituduhkan.
Dirinya berkeyakinan, bahwa anaknya sengaja dijebak oleh orang yang tidak bertanggungjawab dan sesuai dengan fakta persidangan, menurutnya banyak kejanggalan-kejanggalan.
"Anak saya tidak terbukti pak, untuk kebenaran, kemanapun saya tidak takut, karena anak saya tidak terbukti itu. Logikanya, mana mungkin anak saya dengan sengaja meletakkan barang haram itu ke CPU, kan aneh dan janggal," ucapnya.
"Saya minta hukum di Indonesia ini ditegakkan dengan benar. Kalau salah, ya salah, kalau benar, ya benar. Itu yang saya minta pak," pintanya.
Menghadapi kasus ini, Bripka Richie dijadwalkan akan menjalani sidang di PN Bengkalis, Kamis (31/5/18) dengan agenda sidang pembacaan putusan majelis hakim. Majelis Hakim dipimpin Dame P. Pandiangan, SH dan dua hakim anggota Annisa dan Rizki.
Sebelumnya diberitakan, kasus diduga sengaja untuk "mengada-ada" itu, ketika Bripka Richie bertugas di Sat Narkoba Polres Meranti mengantarkan CPU kerjanya ke sebuah toko servis komputer. Saat mengantarkan CPU tersebut Richie didampingi dua orang rekannya.
"CPU tersebut diantar ke toko milik seorang bernama Abun. Kemudian karena diservis CPU tersebut di tinggal di toko," ungkap Roland.
Saat melakukan servis, pemilik toko membongkar CPU. Setelah dibongkar ditemukan paket sabu ukuran kecil. Namun, saat membongkar CPU tersebut Abun pemilik toko sendirian. Kemudian memanggil abangnya Asen untuk melihat temuannya itu.
"Kita merasa ada kejanggalan setelah penemuan narkoba itu. Abun tidak melaporkan langsung ke Sat Narkoba Polres Meranti. Melainkan mengadukan laporan tersebut ke salah satu personil Polres Meranti Iptu Wisnu yang bertugas di Sarpras Polres Meranti. Wisnu ini yang langsung melaporkan ke Kapolres Meranti yang saat itu dijabat AKBP Barliansyah. Menerima laporan ini Richie di panggil Kapolres Meranti," terang Roland.
Berdasarkan dari kronologi itu, menurut Roland, kasus ditujukan kepada kliennya Bripka Richie diduga tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP). Kejanggalan lain, penemuan Narkoba pada 10 Agustus 2017 lalu, sementara kejadian tersebut baru dilaporkan secara resmi pada tanggal 13 September 2017.
"Selain itu kasus ini ditangani Reskrim Polres Meranti, ini yang tidak sesuai SOP. Seharusnya perkara Narkoba ditangani Sat Narkoba. Hal ini terjadi karena pembekuan Sat Narkoba Polres Meranti saat kasus ini bergulir," katanya lagi.
Tambah Roland, keanehan pada saat persidangan ketika dikonfrontir, Bripka Richie tidak diikutkan. Hanya Iptu Wisnu, Asen dan Abun yang dimintai keterangan secara bersamaan. Bahkan, pihak kliennya tidak pernah melihat apa bentuk sabu dan berapa beratnya juga bungkusnya seperti apa. Baru saat pelimpahan di kejaksaan baru melihat barang bukti tersebut.
Dari fakta persidangan tidak ada bukti pendukung yang kuat untuk menyalahkan Bripka Richie.
"Untuk itu, kita meminta kepada Polda Riau memperhatikan kasus ini. Agar dapat menurunkan tim investigasi untuk menyelidiki dugaan upaya kriminalisasi ini. Sebulan sebelum kejadian ini, Bripka Richie berhasil menangkap tersangka sabu dengan barang bukti sekitar 1,5 kilogram lebih sabu dan obat obatan. Kita minta keadilan," tandasnya.(dow)
source : www.beritameranti.com
Post a Comment