RIAU, PEKANBARU - Akademisi Riau mencacat tren belanja Pemerintah Provinsi Riau masih terpola dengan sistem lama. Hal ini dapat dilihat dari bentuk realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke Riau.
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Dahlan Tampubolon, tren belanja pegawai pemerintah selalu menduduki posisi persenan tertinggi dibanding belanja barang dan belanja modal. "Kondisi tersebut hampir tejadi setiap tahun. Bahkan berjalan ke semester pertama tahun 2016, angka belanja pegawai masih tinggi," katanya, Jumat (27/05/2016).
Berdasarkan data dari Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendral PBN Provinsi Riau, per Januari sampai tanggal 23 Mei 2016 lalu, jumlah belanja pegawai di Pemprov Riau berada di angka 36,59 persen. Angka ini masih mengalahkan realisasi belanja barang yakni sebesar 17,25 persen. Sedangkan untuk belanja modal masih 21,45 persen. Sedangkan untuk belanja bantuan sosial disepanjang tahun 2015, totalnya sebesar 92,54 persen.
"Data itukan jelas menunjukkan belum ada perubahan pola realisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau. Masih pada belanja pegawainnya," ujarnya.
Seharusnya, menurut Dahlan, posisi ini dibalik. Jika pemerintah bisa cepat menggesa belanja barang dan modal lebih tinggi, maka realisasi anggaran pemerintah akan lebih optimal. Minimal, realisasinya sejalan dengan belanja pegawai. Dia juga menyebutkan, kondisi realisasi seperti ini juga terjadi pada pelaksanaan penyerapan Anggran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Sebelumnya, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, Desky Wijaya menyebutkan, yang menjadi catatan buruk adalah sistem pengelolaan keuangan pemerintah lebih senang mengendapkan uang di bank.
Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau. "Pada prinsipnya kebiasaan buruk seperti ini terjadi di hampir semua Pemda," katanya.
Dalam kesempatan diskusi kebijakan fiskal dan pengembangan ekonomi terkini Provinsi Riau di Hotel Pageran Pekanbaru, tren dana pemerintah daerah di Perbangkan sepanjang 2012 hingga 2016 cenderung meningkat.
Kata Disky, sesuai tren perkembangan jumlah simpanan pemerintah daerah di perbankan empat tahun terakhir, posisi simpanan di perbankan pada periode Bulan Januari sampai Juni, terus mengalami peningkatan.
"Ini lagi-lagi disinyalir karena pada triwulan I dan II, biasanya Pemda baru dapat melakukan realisasi belanja operasional. Sementara belanja modal relatif belum banyak direalisasikan. Misalnya terhambat pada lambatnya proses pelelangan pekerjaan," tambahnya.
Pemerintah Pusat selalu merilis, pada posisi tertinggi simpanan pemerintah daerah di perbankan yakni pada Bulan September. Sedangkan pada Oktober sampai rentang waktu Desember, simpanan uang pemerintah daerah di perbankan mengalami penurunan. Puncaknya pada akhir tahun selalu berada dalam grafik posisi terendah.
"Kebiasaan seperti ini menunjukkan bahwa pada triwulan ke IV Pemda menarik sebagian besar uangnya di perbankan untuk dipergunakan dalam bentuk realisasi belanja," ujar Desky.(ria05)
Post a Comment