BERITA RIAU, KEP MERANTI - Meski telah berlangsung dengan lancar, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang berlangsung 9 Desember 2015 lalu menyisakan sejumlah problematika yang serius. 

Banyak kecurangan bahkan kejahatan Pilkada diriau, seperti ketidaknetralan Aparat Sipil Negara (ASN), penyelenggara dan pengawas, politik uang yang massif, penggunaan dana APBD (dana bansos). Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih menyebabkan integritas Pilkada menjadi sangat lemah. 

http://www.riaucitizen.com/search/label/Berita%20Meranti
Hal ini juga terjadi di kabupaten kepulauan meranti, dengan ditetapkannya Irwan Nasir dan Said Hasim (Probisa) oleh ketua KPU rabu nanti (27/01/2016), maka hal ini patut dinilai adalah keputusan yang tergesa - gesa kata aktivis pengamat politik Hidayatullah.

Ia mengungkapkan bahwa KPU Meranti Terlalu Sempit Melakukan Penafsiran padaUU 58 Pasal 158 jika itu dijadikan pedoman dalam hal ini, opini tentang adanya batasan itu sangat tidak tepat, karena dalam Pasal 158 tersebut sama sekali tidak ada kata batasan, jadi selain mendalilkan selisih perolehan suara Pemohon, tetap bisa mendalilkan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif (TSM).

“Untuk memahami Pasal 158, kita harus menggunakan metode penafsiran sistematis, menghubungkannya dengan pasal-pasal sebelumnya yaitu Pasal 156 dan 157 Ayat (3)” ungkap Hidayatullah.

Kedua pasal tersebut MK berhak mengadili perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat memengaruhi penetapan calon untuk maju ke putaran berikutnya atau penetapan calon terpilih.

“jadi, jika kecurangan TSM dirasakan signifikan, hal tersebut bisa dijadikan dasar permohonan. Namun jika TSM yang didalilkan, maka petitum yang diajukan hanya mungkin untuk meminta pemungutan suara ulang dan diskualifikasi pelaku kecurangan TSM, tidak bisa menyentuh soal angka” katanya.

Jika landasan ini menjadi dasar KPU maka Kandidat yang menghalalkan segala cara dapat melakukan mobilisasi kecurangan untuk memperbesar selisih hasil perhitungan suara di atas 2 persen, karena MK tidak akan memeriksa kecurangan sebagai pelanggaran serius.

Dia juga mengatakan bahwa persoalan keadilan adalah persoalan prinsip hak konstitusi yang tidak bisa dihitung hanya berdasarkan angka-angka, ini tahun baru 2016, era transparansi dan keadilan yang hakiki jangan jadikan samakan warna pilkada ini seperti hasil pilpres yang tidak transparan, masyarakat sudah terlalu bosan dengan perlakuan - perlakuan yang tidak transparan. (mer01)

Meski telah berlangsung dengan lancar, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang berlangsung 9 Desember 2015 lalu menyisakan sejumlah problematika yang serius. Banyak kecurangan bahkan kejahatan Pilkada diriau, seperti ketidaknetralan Aparat Sipil Negara (ASN), penyelenggara dan pengawas, politik uang yang massif, penggunaan dana APBD (dana bansos). Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih menyebabkan integritas Pilkada menjadi sangat lemah.

Post a Comment

Powered by Blogger.