Showing posts with label PT Adei Plantation. Show all posts

PELALAWAN, PANGKALAN KERINCI - Bupati Pelalawan HM Harris menjadi saksi pada sidang lanjutan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) PT Adei Plantation and Industry di Pengadilan Negeri (PN), Selasa (25/8/2020).

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dipimpin langsung Bambang Setyawan SH MH dan dihadiri dua hakim lainnya, Joko Ciptanto SH MH dan Rahmat Hidayat Batubara SH MH.

Sementara dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung bertindak Nophy Tennophero South SH MH yang merupakan Kajari Pelalawan. Ia didampingi Agus Kurniawan SH MH yang juga merupakan Kasi Pidum serta Rahmat SH.

Bupati Harris dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus Karhutla ini terbilang singkat, diperkirakan sekitar 30 menit. Ia dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis hakim, JPU maupun dari Penasehat Hukum PT Adei Plantation and Industry.

Pertanyaan tersebut, berkaitan masalah kapan mengetahui peristiwa Karhutla yang terjadi di lahan perkebunan sawit PT Adei Plantation and Industry dan menyangkut masalah CSR perusahaan.

Menyangkut pertanyaan masalah perizinan, bahwa Bupati Harris menjawab kewenangan perizinan adalah kewenangan dari kementerian di pusat. Ia mengaku selama menjadi bupati tidak ada mengeluarkan perizinan. Seraya menambahkan bahwa PT Adei ini merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA).

"Tadi pada sidang saya memberikan keterangan apa adanya" singkat Harris.(dow)

PELALAWAN, PANGKALAN KERINCI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan Riau akan berkordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal yang akan dikoordinasikan terkait penggunaan dana Rp 15 miliar yang dieksekusi dari PT Adei Plantation and Industry pekan lalu.

Denda perbaikan lahan bekas terbakar milik PT Adei Plantation tahun 2013 silam telah diterima Tim eksekutor Seksi Pidana Umum Kejari Pelalawan. Selanjutnya realisasi pemulihan lahan seluas 40 hektare itu akan dirancang konsepnya ke depan. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2013 itu menjerat PT Adei hingga diadili di persidangan sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

"Dalam putusan MA tersebut, kota diminta berkoordinasi dengan KLHK untuk melakukan pemulihan lahan sesuai dengan denda tambahan Rp 15 miliar yang telah kita eksekusi sebelumnya," ungkap Kepala Kejari Pelalawan, Nophy Tennophero Suoth SH MH, kepada Wartawan , Jumat (21/8/2020).

Kajari Nophy menjelaskan, pihaknya tidak bisa melaksanakan pemulihan lahan sendirian tanpa harus berkoordinasi dengan instansi yang berwenang.

Pasalnya, perhitungan denda perbaikan tanah bekas Karhutla itu berdasarkan perhitungan ahli yang digunakan pada saat perkara itu bergulir. Dibutuhkan telaah dan analisis dari pihaknya yang mengetahui perbaikan lingkungan dan tanah.

Sambil menunggu hasil koordinasi, uang sebanyak Rp 15 miliar itu disiagakan di kas negara usai dieksekusi. Dana itu bisa diambil sewaktu-waktu jika negara jika sewaktu-waktu jika hasil koordinasi dan regulasinya telah didapatkan.

"Regulasi untuk penggunaan denda perbaikan lahan itu akan dikomunikasikan lagi dengan KLHK. Dana itu sekarang sifatnya sudah kita amankan," ujar Nophy.

Sebelumnya diberitakan, Kejari Pelalawan Riau melakukan eksekusi pidana denda pemulihan lahan terhadap terpidana PT Adei Plantation and Industry dalam perkara kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2013 silam. Tak tanggung-tanggung, denda tambahan yang dieksekusi Kejari Pelalawan mencapai Rp 15.141.826.780.

Pidana untuk korporasi itu ditangani tim eksekutor Seksi Pidana Umum Kejari Pelalawan setelah PT Adei menyatakan kesanggupannya dalam membayar sebesar Rp 15 miliar tersebut. Eksekusi dijalankan pada Rabu (12/8/2020) lalu dengan serah terima secara simbolis dan penandatangan berita acara.

Eksekusi tersebut dijalankan berdasarkan Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 2042K/Pid.Sus/2015 tanggal 14 Maret 2016 silam. Terpidana PT Adei Plantation & Industry dihukum dengan pidana tambahan berupa perbaikan akibat kebakaran lahan seluas 40 hektare pada tahun 2013 silam, melalui pemberian kompos dengan biaya sebesar Rp 15.141.826.779,325.

PT Adei Plantation and Industry dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 116 ayat (1) huruf a UU RI No. 32 tahun 2009 tentang PPLH. Dan dijatuhi hukuman pidana pokok berupa pidana denda sebesar Rp 1,5 miliar. Selain itu, terpidana juga dihukum dengan pidana tambahan berupa perbaikan akibat kerusakan lahan seluas 40 hektare melalui pemberian kompos dengan biaya sebesar Rp 15.141.826.779,325.(dow)

PELALAWAN, PANGKALAN KERINCI - Sidang lanjutan perkara Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang menjerat PT Adei Plantation and Industry tahun 2020 digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas ll Pelalawan pada Rabu (29/7/2020).

Sidang keempat ini mengagendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaaan Negeri (Kejari) Pelalawan terhadap eksepsi atau keberatan dari terdakwa PT Adei ) yang dibacakan pada sidang pekan lalu.

Eksepsi disampai tim kuasa hukum PT Adei dan dijawab oleh JPU dihadapan majelis hakim.

Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Bambang Setyawan SH MH sebagai hakim ketua yang juga Ketua PN Pelalawan, didampingi dua orang hakim anggota. Sedangkan JPU dari Kejari Pelalawan yakni Rahmat Hidayat SH dan Ray Leonard AH. Terdakwa PT Adei diwakili direktur Goh Keng EE didampingi penasihat hukum Muhammad Sempa Kata Sitepu SH MH.

Sidang berlangsung tidak lama di ruang sidang cakra, karena tanggapan yang dibacakan JPU tidak banyak. Pada intinya, keberatan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa PT Adei sudah menyangkut terkait materi pokok perkara.

Hal itu seharusnya dibahas dalam pemeriksaan pokok perkara pada sidang selanjutnya yang diagendakan majelis hakim.

"Terhadap keberatan penasihat hukum yang mengatakan bahwa kita tidak menguraikan perbuatan terdakwa dalam dakwaan kami, kita bantah dan iru sudah sesuai fakta-fakta di lapangan perbuatan terdawa PT Adei," ungkap JPU dari Kejari Pelalawan, Rahmat Hidayat SH usai persidangan.

Rahmat menjelaskan, pembuktian yang diminta pengacara terkait dakwaan JPU yang menyatakan PT Adei sengaja dan lalai dalam kasus Karhutla ini, hal itu sudah masuk dalam ranah pembuktian pada pokok perkara.

Untuk itu JPU memohon kepada majelis hakim agar menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa ditolak supaya persidangan bisa dilanjutkan materi pokok perkara dan pembuktian.

"Kami meminta surat dakwaan kami dijadikan majelis hakim sebagai acuan untuk pemeriksaan pada agenda selanjutnya," tambah Rahmat.

Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (5/8/2020) dengan agenda putusan sela dari majelis hakim.(dow)

Powered by Blogger.