Photo : Website Bank Riau Kepri

RIAU, PEKANBARU - Spin-Off atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pemisahan adalah fenomena corporate action yang dilakukan beberapa bank di Indonesia yang memiliki unit usaha syariah (UUS).  Menurut UU no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Spin-Off  termasuk dalam salah satu metode restrukturisasi dimana lawan dari spin-off adalah merger. Penggabungan dua atau lebih badan usaha menjadi satu badan usaha. Jika merger biasanya dilakukan untuk memperkuat perusahaan dari sisi modal dan lain sebagainya. Spin-off dilakukan untuk memudahkan badan hukum baru (hasil pemisahan) agar lebih lincah dalam berbisnis serta berekspansi. Karena biasanya apabila tetap berada dalam satu badan hukum yang sama akan memperlambat laju perkembangan unit tersebut atau bahkan badan hukum yang menaunginya secara komprehensif.

Secara hukum spin-off  yang dilakukan oleh beberapa bank di Indonesia dilandasi oleh aturan yang tercantum dalam undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS) pada pasal 68 yang menyatakan bahwa : 

“Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.”

Lima belas tahun sejak berlakunya UUPS, artinya jatuh tempo kewajiban pemisahan terjadi pada tahun 2023. Sedangkan maksud dari “UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya” yaitu asset dari UUS tersebut sudah setara dengan 50% asset bank induk secara keseluruhan. 

Jadi apabila total asset bank induk adalah 100, maka 50 adalah asset UUS-nya. Jika telah mencapai angka 50 atau lebih maka UUS wajib memisahkan diri dari induknya meski belum memasuki tahun 2023. Pertanyaanya, apakah Bank Riau Kepri telah memiliki nilai asset total seperti tersebut diatas.

Perlu kita ketahui juga bahwa pasal 68 UUPS mengatur kewajiban pemisahan apabila kriteria sebagaimana yang tercantum telah terpenuhi baik salah satu atau keduanya. Sedangkan untuk bank yang belum memenuhi kriteria pasal 68 tetap diperbolehkan melakukan spin-off secara suka rela selama dapat memenuhi aturan yang berlaku. 

Jika kita telaah lebih dalam lahirnya UUPS telah mengakomodir suara masyarakat khususnya para pemerhati dan peminat keuangan syariah untuk diadakan pemisahan antara bank induk yang sebenarnya menganut sistem bunga atau lebih sering disebut sistem perbankan konvensional dengan UUS-nya yang menganut sistem profit loss sharing atau bagi hasil. Tentu saja kedua sistem ini sangat bertolak belakang dan tidak bisa dijadikan satu pengelolaannya karena dikhawatirkan terjadi percampuran antara yang hallal dan yang bathil.

Pembentukan Bank Syariah di Indonesia menurut Umam dan Antoni (2015) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu konversi dan spin-off. Konversi atau perubahan adalah kebijakan bank konvensional untuk merubah kegiatan usahanya yang semula konvensional menjadi bank syariah. Aksi ini diatur dalam PBI no. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah. 

Menurut Pakar Keuangan Syariah M. Syafi'i Antonio mengatakan, untuk meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah maka Bank Syariah yang masih dalam bentuk unit usaha syariah (UUS) didorong untuk melakukan konversi ketimbang Spin Off. Konversi bank syariah ini dinilai lebih efisien karena permodalan tidak akan terpecah.

Menurut Syafi'i lagi, apabila UUS melakukan spin off maka induk perusahaan harus memberikan modal ke anak perusahaan syariahnya. Dengan demikian, berarti kekuatan induk akan ditarik ke kekuatan anak perusahaan Syariahnya sehingga modal terpecah. Selain itu, jika UUS melakukan Spin Off maka nantinya akan terbentuk dua direksi yakni direksi induk dan direksi anak perusahaan syariah.

"Kalau konversi direksi hanya satu saja dan ini akan lebih efisien, nah pilihan-pilihan ini yang harus didorong," ujar Syafi'i di Jakarta, Selasa (27/12). dikutip dari harian Republika.co.id

Sehingga Bank Umum Konvensional (BUK) dapat berubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS), tentu itu hanya bisa dilakukan apabila syarat-syarat dalam PBI di atas telah terpenuhi. Yang pada intinya adalah melakukan perubahan untuk memenuhi kriteria bank dengan sistem syariah. 
sumber : republika.co.id

Contoh riil konversi perbankan yang pernah terjadi adalah konversi Bank Aceh pada 2016. Sebelumnya Bank Aceh merupakan Bank Umum Konvensional yang kemudian mengajukan izin perubahan operasional menjadi Bank Umum Syariah. Dan tepatnya pada 19 September 2016 perubahan menjadi bank syariah telah berhasil diimplementasikan pada seluruh kantor Bank Aceh secara serentak atas izin dari BI, OJK, dan stakeholders lainnya.  

Cara selanjutnya adalah Spin-off. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, spin-off akan memisahkan UUS dari BUK menjadi entitas yang baru dan terpisah dari induknya. Spin-off berdasarkan PBI no. 11/10/PBI/2009 dapat dilakukan dengan dua cara yaitu memisahkan UUS dan mendirikan BUS baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada. 

Contoh cara pertama, Bank Riau Kepri adalah BUK yang memiliki UUS. Kemudian UUS itu dipisahkan dan menjadi Bank Riau Kepri Syariah. UUS yang dipisahkan membentuk entitas baru. 

Gambar : Website PosMetro.com
Contoh cara kedua, Bank Riau Kepri adalah BUK yang memiliki UUS. Selain itu bank Riau Kepri juga berafiliasi dengan Bank Kepri Syariah karena memiliki saham pada bank tersebut. Bank Riau Kepri dapat melakukan spin-off dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS-nya kepada Bank Kepri Syariah karena bank ini telah terafiliasi dengan Bank A. Baik cara pertama maupun cara kedua memiliki detail aturan pada Peraturan Bank Indonesia (PBI). Dari contoh kedua ini, apakah Bank Riau Kepri tidak khawatir Pemprov Kepri akan mengakuisi seperti artikel gambar diatas.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi tujuan dan manfaat dilakukannya spin-off pada UUS di perbankan Indonesia. Sebagaimana tujuan dilakukan restrukturisasi, spin-off bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan di mana kedua hal itu sangat dibutuhkan perusahaan untuk terus berkembang dan meningkatkan profitnya.

Sumber : Data Perbankan Nasional (OJK)
Secara lebih spesifik, dengan adanya pemisahan UUS yang berubah menjadi BUS akan lebih leluasa menangkap peluang bisnisnya karena sudah tidak lagi bergantung pada induknya. Kewenangan bisnis yang dijalankan pun menjadi lebih banyak ketika menjadi BUS. Dengan demikian manfaat yang diharapkan dari aksi spin-off adalah perluasan bisnis bank syariah agar dapat meraih pasar yang lebih besar. Sehingga pada akhirnya profit yang didapatkan pun turut meningkat.

Lantas apakah Bank Syariah di Indonesia benar-benar semakin besar setelah beberapa BUK memutuskan memisahkan UUS mereka menjadi BUS? Berdasarkan data yang dihimpun sejak diberlakukan UUPS di tahun 2008 jumlah bank syariah dengan badan hukum berbentuk BUS semakin meningkat. Hingga desember 2016 terdapat 13 bank syariah berbentuk BUS terdiri dari:

Sumber : Data Perbankan Syariah (OJK)

Dari sini kita dapat melihat bahwa perkembangan asset yang dimiliki Bank Syariah mengalami peningkatan sejak diterbitkan UUPS pada 2008, tetapi pertumbuhan yang dialami tidak sebanding dengan pertumbuhan asset perbankan secara nasional.  Data dari OJK menyatakan bahwa per September 2016 pangsa pasar Bank Syariah berada sekitar 5,16% - 5,3%. Dan itu merupakan angka yang sangat kecil. 

Dari data di atas kita tentu memiliki tafsiran masing-masing tentang seberapa jauh keberhasilan spin-off terhadap perkembangan bank syariah secara luas. Tetapi jika menurut saya pribadi, hasil dari spin-off belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebelum ada aturan spin-off masyarakat meminta untuk dipisahkan antara bank dengan sistem konvensional dengan yang syariah. 

Mereka berdalih bahwa itu dapat “memurnikan” bank syariah agar terhindar dari riba karena percampuran pengelolaan. Saya sepakat akan hal itu, tetapi dalam prakteknya bank syariah yang diharapkan benar-benar menjalankan bisnis keuangan secara syariah masih diragukan. Ya tentu saja hal ini debatable. Namun yang pasti, tujuan dilakukan spin-off yang salah satunya adalah untuk menjadikan bank syariah lebih mudah berekspansi dan menangkap peluang pasar. Namun data di atas menunjukkan bahwa sekian tahun sejak UUPS diberlakukan tetap saja bank syariah masih belum maksimal dalam meningkatkan pangsa pasarnya di Indonesia.

Sumber : Annual Report Bank Riau Kepri 2016
Spin-off membutuhkan banyak biaya. Karena dengan diadakannya pemisahan maka bank syariah harus lebih mandiri dalam membiayai operasionalnya dan harus cermat. Mulai dari infrastruktur, sistem perbankan, SDM (stuktur organisasi baru yang akan disi banyak karyawan), serta lain sebagainya. Itu semua tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu perlu adanya konsolidasi internal pada bank syariah yang baru saja di pisahkan dari induknya. Tentu itu memerlukan waktu yang tidak sebentar.(gsp)


Disusun dan ditulis oleh :

Gussix Parizon, SH, MH, C.PL


RIAU, PEKANBARU - Spin-Off atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pemisahan adalah fenomena corporate action yang dilakukan beberapa bank di Indonesia yang memiliki unit usaha syariah (UUS). Menurut UU no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pemisahan adalah pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Spin-Off termasuk dalam salah satu metode restrukturisasi dimana lawan dari spin-off adalah merger. Penggabungan dua atau lebih badan usaha menjadi satu badan usaha. Jika merger biasanya dilakukan untuk memperkuat perusahaan dari sisi modal dan lain sebagainya. Spin-off dilakukan untuk memudahkan badan hukum baru (hasil pemisahan) agar lebih lincah dalam berbisnis serta berekspansi. Karena biasanya apabila tetap berada dalam satu badan hukum yang sama akan memperlambat laju perkembangan unit tersebut atau bahkan badan hukum yang menaunginya secara komprehensif.

Post a Comment

Powered by Blogger.