RIAU, PEKANBARU - Bank Riau Kepri (BRK) menggelar workshop bertajuk Peranan Obligasi sebagai Penguatan Pembiayaan Jangka Panjang dan IPO (Initial Public Offering) Untuk Peningkatan Daya Saing Sebagai “Corporate Action” dalam Era Globalisasi di Hotel Pangeran, Pekanbaru Jumat (24/6/16). 

Seminar ini dibuka langsung oleh Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman dan menghadirkan Prof. Adler Manurung sebagai pembicara yang merupakan President Assosiasi Analisis Pasar Investasi dan Perbankan (AAPIP) dan juga Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana serta Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter KADIN Indonesia. 

http://www.riaucitizen.com/search/label/Berita%20Pekanbaru
Turut hadir dalam acara ini seluruh pemegang saham BRK se Riau yang diwakili oleh asisten II Kabupaten Kota, Kepala BPKAD Provinsi Riau Indrawati Nasution, Kepala Biro Ekonomi Provinsi Riau Syafrial, Kepala OJK Perwakilan Riau M. Nurdin Subandi, Kapolda Riau yang diwakili oleh Kanit II Reskrimsus Polda Riau Boni F Siregar, seluruh direktur dan komisaris BUMD se Riau, Direktur Kredit & Syariah BRK Afrial Abdullah, Komut BRK HR. Mambang Mit serta Pemimpin Divisi dan Pemimpin Bagian BRK. 

Dalam workshop ini dipaparkan peranan obligasi dalam mengembangkan perbankan, dimana obligasi dianggap mampu memberikan penguatan pembiayaan jangka panjang dan IPO dalam meningkatkan daya saing. Gubri menyampaikan sudah saatnya BUMD–BUMD di Riau tidak bergantung lagi kepada APBD pemerintah daerah, karena saat ini kondisi APBD pemerintah daerah mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sudah saatnya sumber pendanaan BUMD tidak berasal dari satu sumber saja melainkan dari beberapa sumber seperti sumber utang jangka panjang dan equity. Untuk mendapatkan sumber pendanaan yang banyak ini dibutuhkan tingkat kepercayaan stakeholder dan itu didapat jika BUMD ini dalam kondisi sehat dan menguntungkan secara bisnis. 

IPO dan Go Public 

IPO dan Go Public ini diperlukan edukasi kepada seluruh karyawan BRK dan pemegang saham karena dengan sistem go public ini akan ada perubahan budaya dari sisi kinerja dan pola RUPSnya sendiri. Gubri menyampaikan langkah ini patut dilakukan BRK mengingat saat ini tantangan pasar yang semakin besar dan dibutuhkan penguatan modal dengan cepat dalam jumlah besar dan hal ini hanya bisa dicapai dengan Go public. 

Pada kesempatan itu Dirut BRK DR. Irvandi Gustari dalam kata sambutannya menyampaikan dalam Struktur pendanaan di industri keuangan, harus dicari suatu titik keseimbangan sumber pendanaan dalam mendukung pembiayaan jangka panjang. Tidaklah ideal bilamana untuk pembiayaan jangka panjang, sumber pendanaannya adalah berasal dari dana jangka pendek. 

Contohnya untuk kredit jangka menengah yang jangka waktu pijamannya 3-5 tahun saja, tidaklah ideal bila hanya didukung sumber pendanaan dari Dana Pihak Ketiga yang jangka pendek seperti Giro dan Deposito. Hal tersebut bila tidak dikelola dengan baik, maka bisa terjadi adanya resiko “mismatch”. 

Idealnya dalam kaitan mengantisipasi untuk tidak terjadi “ Mismatch” dan bahkan adanya resiko likuiditas, haruslah di buat komposisi sumber pembiayaan jangka menengah dan panjang tersebut dari dana-dana yang juga berasal sumber dana jangka panjang juga. Secara konkritnya sumber pembiayaan pinjaman tersebut harus ada perimbangan antara dana yang berjangka pendek dan menengah dengan dana-dana yang berjangka panjang. 

Obligasi adalah salah satu bentuk solusi untuk mendukung pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang. Bagi dunia perbankan , penerbitan obligasi adalah suatu bentuk kelaziman yang dilakukan dalam membentuk titik keseimbangan ideal dalam struktur pendanaannya dalam kaitan mendukung pembiayaan-pembiayaan jangka menengah dan panjang tersebut. 

Selanjutnya Irvandi menyampaikan, Bagi Bank Riau Kepri obligasi adalah bukanlah komponen yang baru dalam struktur pendanaannya. Saat ini Bank Riau Kepri telah pernah menerbitkan obligasi sebesar Rp. 500 Milyar. Besaran Rp. 500 milyar tersebut, adalah sesuatu yang relative bilamana dikatakan besar atau kecil, mengingat DPK Bank Riau Kepri saat ini adalah sekitar Rp. 16 Triliun. Artinya bisa dikatakan Obligasi sebesar Rp500 Milliar tersebut bisa dikatakan hanyalah porsi kecil dari struktur pendanaan Bank Riau Kepri secara menyeluruh, yaitu tidak sampai 1 %. 

Kita bandingkan dengan Bank DKI yang besar assetnya tidak jauh beda dengan Bank Riau Kepri, baru baru ini telah meluncurkan Obligasi senilai Rp.2,5 T dan Malah Bank Sulselbar yang besar assetnya lebih kecil dari Bank Riau Kepri di awal Juni ini juga telah menetapkan obligasi sebesar Rp. 1 Trilliun. Jadi Obligasi yang dimiliki BRK yang Rp. 500 m itu sangat kecil dibandingkan yang dimiliki BPD lainnya. 

Penerbitan obligasi tidak ada kaitannya dengan adanya isu kesulitan likuiditas. Seperti yang kami dijelaskan diawal, contoh nya pada Bank Riau Kepri, Obligasi yang dimiliki hanya sebesar Rp 500 miliar, bandingkan dengan Dana Pihak Ketiga sebesar Rp 16 Trilliun. Tidak sampai 1 %. Justru obligasi adalah peluang bisnis, memanfaatkan fasilitas sumber pendanaan jangka panjang. 

Kemudian orang nomor satu di BRK ini juga meyampaikan keinginan BRK untuk Go Publik. Saat ini Bank Pembangunan Daerah yang sudah Go Publik ada 2 yaitu Bank BJB, Bank Jatim , dan sebentar lagi yang akan menyusul Go Publik adalah Bank Jateng dan bank Sumsel babel. 

Sudah saatnya juga Bank Riau Kepri untuk mewacanakan Go Public. Berharap banyak pada pemegang saham saat ini untuk percepatan penambahan modal terkait dengan kebutuhan pengembangan usaha, tentunya tidaklah tepat dalam kondisi APBD dari setiap pemrop dan pemkab/kota saat ini yang sama sama kita ketahui sedang mengalami penurunan yang cukup significant. 

Untuk ketahanan dan kemampuan daya saing dalam era global, maka besarnya modal sangat menentukan size atau besarnya usaha dalam upaya menguasai pasar dan memenangkan persaingan yang cukup ketat dan bahkan pesaing itu tidak saja dari domestic saja, melainkan juga dari bank bank asing yang akan merambah masuk dalam era MEA ini. 

Untuk itu wacana untuk Go Public melalui proses IPO ( Initial Public Offering) harus segera di rancang secara terstruktur oleh Bank Riau Kepri. 

Dalam paparannya Prof. Dr. Adler Haymans Manurung meyampaikan hasil kajian yang pernah dilakukannya berdasarkan laporan keuangan BRK tahun 2015 sepatutnya BRK telah memenuhi syarat untuk menerbitkan obligasi sebasar 5 triliun walapun setelah di konfirmasi kepada Irvandi, untuk tahap awal akan menerbitkan lagi sebesar 1 triliun mengingat rating BRK adalah “A”. 

Lebih lanjut dikatakan Adler, perekonomian Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau tumbuh lebih 5% per tahunnya dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan perekonomian tersebut membutuhkan pendanaan yang diperoleh dari Bank lokal di kedua Provisnsi tersebut yaitu Bank Riau Kepri dan bank lain yang membuka cabang di kedua provinsi tersebut. 

Berdasarkan data Bank Indonesia tentang Riau, bahwa kredit pada tahun 2010 sebesar Rp. 42.380 Milyar dan mengalami kenaikan menjadi Rp85.963 Milyar pada tahun 2015. Artinya ada pertumbuhan kredit sebesar Rp. 15,19% per tahun selam periode tersebut. DPK yang dapat dikumpulkan oleh bank-bank di Riau sebesar Rp. 36.866 Milyar pada tahun 2010 dan meningkat menjadi Rp62.830 Milyar pada tahun 2015. 

Artinya, ada pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 11,25% per tahunnya. Data tersebut memperlihatkan bahwa angka kredit lebih tinggi dari DPK yang dimiliki perbankan baik di tahun 2010 maupun pada tahun 2015. Bila dilihat dari pertumbuhannya, maka pertumbuhan kredit lebih tinggi dari pertumbuhan dana pihak ketiga. Atas hasil ini, maka perbankan harus mendapatkan sumber lain yaitu obligasi dan sebagainya. 

Bila dilihat dari paper tentang usulan penerbitan obligasi dinyatakan juga bahwa Bank Riau Kepri harus menerbitkan obligasi untuk mendapatkan dana pembiayaan yang akan disalurkan kepada konsumen. Oleh karena itu, selayaknya bank-bank di Riau melakukan tindakan agar bisa beroperasi lebih baik dan bisa mendukung perekonomian Riau dan pendanaan tersebut harus tida dengan DPK lagi. 

Lebih lanjut Adler mengatakan, Obligasi BRK merupakan obligasi yang menguntungkan bagi bank tersebut, dikarenakan bank tersebut tidak meyiapkan singking fund setiap tahunnya. Bila BRK harus menyiapkan singking fund maka bank tersebut akan mengalami yang lebih besar dari 10,4%. Singking Fund adalah dana yang dipersiapkan sebuah perusahaan/bank penerbit obligasi setiap tahunnya yang dipergunakan nantinya untuk membayar pokok dari obligasi tersebut. Dana yang dipersiapkan setiap tahun harus dibuat di escrow account dari bank sebagai wali amanat (Trustee) dengan bunga yang kecil. 

Menurut Adler, BRK bisa menerbitkan obligasi lagi dengan nilai yang lebih tinggi untuk pendanaan di masa mendatang. Pengalaman bank-bank sejenis juga melakukan hal yang sama seperti Bank Jatim, Bank Sumut, Bank Jabar dan Bank Jateng. Sebagai contoh yang menarik, pegadaian sudah melebihi 10 kali menerbitkan obligasi dan obligasi berikutnya selalu lebih besar dari obligasi sebelumnya agar bisa membiayai bisnis pegadaian. 

Bank sebagai lembaga perantara maka bank mengoperasikan bisnisnya dikenal dengan pendekatan Asset Liability Management (ALM). Pendekatan ALM ini menyatakan bahwa pembiayaan bank dari berbagai sumber termasuk dari saham (sering disebut ekuitas). Bank bisa mendapatkan pembiayaan dari variasi biaya yang dibayarkan, misalkan deposito sebesar 6 %, obligasi 10% dan saham lebih tinggi lagi. 

Sebuah bank untuk tumbuh harus memerlukan pembiayaan dari berbagai sumber sehingga ditemukan biaya rata-rata. Selanjutnya, bank menyalurkan kredit kepada pihak lain dari dana yang dikumpulkan dari berbagi pihak dimana rata-rata bunga yang dikenakan harus lebih tinggi dari rata-rata baiaya bunga yang didapatkannya. Dalam teori pendanaan perusahaan yang optimal diperkenalkan oleh MM (1961), Myers and Majluf (1984) dan sebagainya menyatakan bahwa eamings aset lebih tinggi dari biaya dikeluarkan maka perusahaan bisa menerbitkan hutang, BRK memiliki pendapatan bunga (neto) masih terus berlangsung selama obligasi diterbitkan maka tidak ada yang salah dilakukan oleh BRK. 

Jadi, menurut Adler untuk menghitung tingkat keuntungan dari obligasi tidak bisa dihitung berdasarkan dana hasil obligasi disalurkan head to head kepada salah satu jenis pembiayaan, dan juga menurut Adler obligasi merupakan salah satu bagian pendanaan dari BRK secara menyeluruh dan tidak bisa dihitung sebagai dasar cost of fund tersendiri melainkan untuk menghitung cost of fund tersebut biaya kupon obligasi itu harus digabungkan (Blanded) dengan biaya dana dari deposito, giro dan tabungan.(brk06)

Bank Riau Kepri (BRK) menggelar workshop bertajuk Peranan Obligasi sebagai Penguatan Pembiayaan Jangka Panjang dan IPO (Initial Public Offering) Untuk Peningkatan Daya Saing Sebagai “Corporate Action” dalam Era Globalisasi di Hotel Pangeran, Pekanbaru Jumat (24/6/16). Seminar ini dibuka langsung oleh Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman dan menghadirkan Prof. Adler Manurung sebagai pembicara yang merupakan President Assosiasi Analisis Pasar Investasi dan Perbankan (AAPIP) dan juga Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana serta Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter KADIN Indonesia.

Post a Comment

Powered by Blogger.