RIAU, PEKANBARU - Komposisi dana pihak ketiga yang salah pada Bank Riau Kepri dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) ternyata kian mengerus laba Bank pelat merah ini di tahun 2017.

Berdasarkan laporan kinerja Bank Riau Kepri yang dipublikasikan di salah satu media cetak lokal (12/3). Perolehan DPK Bank Riau Kepri pada tahun 2016 untuk Deposito (Simpanan Berjangka) sejumlah Rp. 4.509.294 Triliun mengalami kenaikan pada tahun 2017 sejumlah Rp. 8.362.150 Triliun dengan perhitungan kenaikan Rp. 3.852.856 Triliun. 

Laporan kinerja keuangan Bank Riau Kepri 2017 (doc)
Sedangkan untuk komposisi Tabungan hanya mengalami pertumbuhan dana sebesar Rp.274.427 Miliar dan justru Giro dengan penurunan sebesar Rp. 624.909 Miliar per 2017 yoy (year of year).

Kepanikan Bank Riau Kepri terhadap diberlakukannya PMK 235 tentu membuat Bank Pelat Merah ini hanya memiliki short liquiditas sehingga mengakibatkan BRK akan jor-jor an dalam menghimpun dana tanpa berpikir rasional akan beban bunga yang ditanggung.

Sebagai perhitungan, jika Rp. 3,8 Triliun Dana Deposito tersebut diberikan spesial rate sebesar 7 persen, tentu kita dapat menghitung berapa beban bunga yang harus ditanggung oleh BRK selaku penghimpun dana.

Asumsi perhitungan diatas, diperoleh berdasarkan keterangan yang diberikan oleh M Jazuli, Pincab Bank Riau Kepri Cabang Jakarta. Jazuli mengatakan,"marketnya tidak begitu, pasarnya di Jakarta itu sangat rendah. Counter Ratenya saja cuma 6,5 %, sedangkan Spesial Rate kita cuma naik 0,5 % jadi cuma 7 %", ungkapnya saat dihubungi awak media ketika mempertanyakan besaran spesial Rate yang diberikan BRK kepada nasabah korporasinya, Sabtu (10/3).

Menurut Jazuli, BRK Cabang Jakarta yang dipimpinnya telah memiliki aset sebesar Rp. 2 Triliun dan terus meningkat per Maret 2018 ini menjadi Rp. 3,2 Triliun.

Aset yang dimaksud Jazuli meningkat secara signifikan merupakan dana deposito yang ditabungkan oleh Deposan dalam hal ini korporasi di Jakarta. Tentu bukan merupakan suatu prestasi ketika Cabang Jakarta memperoleh laba cepat dan break event point (BEP) lebih dulu dari cabang-cabang lainnya. Peningkatan jumlah Deposito yang masuk dengan penambahan Aset yang digadang-gadangkan selama ini justru sangat ironis dari kacamata perbankan. Karena Cabang Jakarta lebih tepatnya dilihat sebagai cabang yang memberikan beban finasial bagi Bank Riau Kepri dilihat dari kinerjanya yang hanya menghimpun dana deposito bukan tabungan dan giro sebagaimana yang diisyaratkan Direktur Utama Bank Riau Kepri ketika peresmiannya.  

Perlu diketahui, ada semacam persoalan ketika dana disimpan dalam bentuk deposito. Bagi bank itu berarti “dana mahal”. Berbeda jika disimpan dalam tabungan atau giro, di mana ini bagi Bank adalah “dana murah”. Jika bank memperoleh “dana mahal”, maka serapan sektor usaha juga agak sedikit terhambat. Jika bank memiliki “dana murah”, maka dunia usaha akan mudah mengakses dana bank. Jadi di sinilah kira-kira letak kerugian yang ditanggung masyarakat jika dana korporasi disimpan dalam bentuk deposito.(gsp)

omposisi dana pihak ketiga yang salah pada Bank Riau Kepri dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) ternyata kian mengerus laba Bank pelat merah ini di tahun 2017. Berdasarkan laporan kinerja Bank Riau Kepri yang dipublikasikan di salah satu media cetak lokal (12/3). Perolehan DPK Bank Riau Kepri pada tahun 2016 untuk Deposito (Simpanan Berjangka) sejumlah Rp. 4.509.294 Triliun mengalami kenaikan pada tahun 2017 sejumlah Rp. 8.362.150 Triliun dengan perhitungan kenaikan Rp. 3.852.856 Triliun. Sedangkan untuk komposisi Tabungan hanya mengalami pertumbuhan dana sebesar Rp.274.427 Miliar dan justru Giro dengan penurunan sebesar Rp. 624.909 Miliar per 2017 yoy (year of year). Kepanikan Bank Riau Kepri terhadap diberlakukannya PMK 235 tentu membuat Bank Pelat Merah ini hanya memiliki short liquiditas sehingga mengakibatkan BRK akan jor-jor an dalam menghimpun dana tanpa berpikir rasional akan beban bunga yang ditanggung.

Post a Comment

Powered by Blogger.