BERITA RIAU, SIAK - Lepas menemani Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nurmatias, Bupati Siak, Syamsuar, langsung menggelar rapat bersama sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Siak di Zamrud Room, komplek kediaman Bupati Siak di kawasan jalan Raja Kecik, Siak Sri Indrapura, Kamis (11/02) lalu.
Mulai dari Wakil Bupati Siak Alfedri, Sekda Siak Tengku Said Hamzah, Kadis Cipta Karya Irving Kahar, Ketua Bappeda Yan Prana, Kadis Pariwisata Hendrisan, serta sejumlah pejabat lain ikut duduk di ruangan itu.
Hasil obrolan Syamsuar dan Nurmatias sambil menengok sederet peninggalan sejarah di Siak yang kemudian dibuka lelaki 62 tahun ini di sana. Intinya, bahwa 14 situs bersejarah yang ada di Siak musti didaftar ulang, meski sebenarnya situs itu sudah pernah terdaftar.
Amanah undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang membikin Syamsuar harus ekstra kerja keras. “Untuk mendaftarkan ulang situs tadi kita musti membentuk tim cagar budaya daerah. Tim ini berjumlah 5 sampai 7 orang. Kalau 7 orang, 3 orang dari unsur pemerintah, sisanya tokoh dan para ahli,” kata Syamsuar.
Tim ini musti lolos assessment dulu. Assessor untuk tim ini adalah tim khusus bentukan kementerian. “Makanya saya minta Sekda mencari orang-orang yang layak untuk mengikuti assessment ini,” pinta Syamsuar. “Siapkan saja 10 orang,” tambahnya.
Ada dua penyebab utama yang membikin Syamsuar bergerak cepat. Pertama dia sudah membikin Grand Disain (GD) Pengembangan Kebudayaan Melayu di Siak. Lewat GD ini, dia ingin menunjukkan kalau Siak adalah melayu sebenarnya; Siak The Truly Malay. Siak menjadi pusat kebudayaan melayu di Nusantara.
Banyak yang musti dikerjakan Syamsuar untuk mewujudkan misi ini. Mulai dari mengumpulkan semua fakta dan peninggalan sejarah Kerajaan Siak yang pernah mashyur di pesisir timur Sumatera, menata kembali tradisi budaya yang pernah ada, musti dia jabani.
Nanti, hasil dari semua ini akan disandingkan Syamsuar dengan kekayaan peninggalan sejarah dan eksotika alam yang masih sangat terjaga. Sebab Syamsuar dan semua pemangku kepentingan di Siak sudah sepaham bahwa ‘Negeri Istana’ musti bisa menjadi destinasi wisata alam dan budaya di Indonesia.
Sebab modal untuk ini sebenarnya sudah lebih dari cukup. Tengoklah peninggalan sejarah luar biasa bernama Istana Matahari Timur atau Istana Asserayah Hasyimiah yang masih berdiri kokoh di pusat Kota Siak Sri Indrapura. Ada sederet peninggalan unik yang tak akan pernah bisa ditemukan wisatawan di daerah bahkan negara lain.
Masih di kota itu, ada gudang mesiu, balai kerapatan tinggi, makam para raja, klenteng dan gereja tua serta pasar lama. Agak ke ke Barat, ada pula makam pendiri kerajaan Siak, Raja Kecik, kolam hijau di dekat suak gelanggang. Di timur ada pula makam putri kaca mayang.
Bibir sungai Siak, dari ujung kampung dalam hingga ke pasar lama sejauh 400 meter, sudah disulap menjadi kawasan pedestrian dan taman yang unik. Tahun ini, panjang itu ditambah hingga ke belakang masjid Syahabuddin di bagian timur. Di penambahan sepanjang hampir 500 meter ini, bakal ada taman, pedestrian dan monumen. Jika ini sudah rampung semua, banyak orang bilang bakal mengalahkan kawasan Lyon atau Seine di Prancis.
Lantas di seberang kota, persis di kecamatan Mempura, ada tangsi Belanda lengkap dengan ruang controleur, serta makam raja. Lalu ada pula sederet objek wisata alam seperti Danau Ketialau, Danau Air Hitam, Danau Besi, Danau Tembatu Sonsang, Danau Pulau Besar, Danau Zamrud, Danau Pulau Bawah, Danau Pulau Atas dan Tasik Rawa.
Danau tujuh tingkat di Sungai Mandau dan Pantai Tanjung Layang di Kecamatan Sungai Apit, melengkapi itu semua. Belum lagi sumur minyak bersejarah dan Pusat Pelatihan Gajah di Kecamatan Minas.
Soal peninggalan sejarah Kerajaan Siak yang masih berserakan di luar Siak, seperti di Pekanbaru, Singapura, Sumatera Utara, Malaysia dan tempat lain, bakal dibikin peta komplitnya. Jadi, orang yang mau tahu tentang Siak yang sebenarnya, bisa berselancar lewat petunjuk lengkap yang ada di peta itu.
Lantaran komplitnya peninggalan sejarah yang ada di Kecamatan Siak Sri Indrapura dan Kecamatan Mempura, Pemkab Siak pun mengusulkan dua kawasan ini sebagai Kota Pusaka (Heritage City) ke Balai Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI). Zonasi dua kawasan ini bakal dibikin. Sebab kelak, ada aturan main yang bakal berlaku di sini.
Jika sudah menjadi kota pusaka, maka Siak akan sejajar dengan Kota tua Jakarta, Semarang, Sawah Lunto, Palembang, Bogor, Yogyakarta, Karangasem, Denpasar, Banjar Masin, Bau-bau, Banda Aceh dan Trowulan, yang sudah lebih dulu menjadi National Heritage.
Bagi Nedik Tri Nurcahyo, Kepala Kelompok Kerja (Pokja) Pemugaran BPCB Sumbar, apa yang diinginkan oleh Pemkab Siak sangat bisa terwujud. Baik itu sebagai cagar budaya nasional, maupun Kota Pusaka. Sebab itu tadi, Siak punya banyak hal yang tak dimiliki oleh daerah lain. Salah satu yang sangat menonjol adalah istana dan adat istiadat melayu yang kental. Ini diwarnai pula dengan akulturasi budaya yang bagus antara Cina dan pribumi.
Keberagaman kata magister pengelolaan sumber daya budaya jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, menjadi sebuah kekuatan besar di Siak. “Akulturasi tadi menghasilkan kondisi seperti sekarang, luar biasa. Kelihatan sekali bahwa Raja Siak tidak menutup mata dengan bangsa lain. Dia justru welcome. Secara keilmuan dan secara pribadi saya kagum dengan Siak. Orang dulu membangun hubungan tak melihat dari sisi agamanya. Mereka malah berbaur. Di daerah lain banyak yang alergi rumah ibadah berdekatan. Di Siak justru tidak ada sama sekali,” katanya.
Untuk menjadi cagar budaya nasional misalnya, lelaki 47 tahun ini menyarankan supaya istana menjadi semacam komplek. “Artinya, istana satu komplek dengan masjid Syahabuddin, Balai Kerapatan, makam dan pasar lama. Ini menjadi satu kesatuan sejarah kolektif,” katanya di Siak Sri Indrapura, Kamis (11/02) lalu.
Lalu untuk menjadi Kota Pusaka, ayah tiga anak ini menyebut kalau Siak punya banyak hal yang bisa diandalkan. Tata letak perkantoran, jembatan yang super megah, kekunoan masa lalu dan hutan tua di tengah kota, menjadi sesuatu yang sangat eksotis bagi wisatawan kelak.
Penempatan bangunan-bangunan Belanda di seberang sungai yang berhadapan dengan Istana Siak juga kata Nedik sangat menarik. “Di lihat dari tata ruang, sultan kayaknya sudah mengkondisikan. Bahwa di antara keduanya sama-sama saling mengawasi tapi tak ada konfrontasi. Ini sama kayak di Yogya. Di seberang keraton ada benteng Belanda. Yang kayak gini ini kan unik,” katanya.
Nedik mengingatkan, bahwa pusaka itu tak harus spesifik. Bisa kekunoan yang sangat penting bagi masyarakat, bisa pusaka alam, budaya atau saujana budaya (perpaduan antara alam dan budaya). Yang paling penting itu kata Nedik, semua pemangku kepentingan musti ngumpul dulu untuk menentukan apa yang bakal dimasukkan dalam Kota Pusaka itu.
Pusaka apa saja yang bakal ditonjolkan dan menjadi beda dengan daerah lain. “Dan harus disepakati juga bahwa kelak pusaka itu tak akan hilang. Sebab kalau hilang, tidak pusaka lagi namanya,” ujar Nedik.
Sejak sekarang menjadi cagar budaya dan kota Pusaka kata Nedik, akan membikin Siak semakin kemilau di masa depan. Dan semua itu akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Daya tarik lebih yang dimiliki Siak, sudah mendatangkan devisa dari kunjungan wisatawan yang semakin melimpah.
“Ini pulalah bedanya Siak dengan daerah lain. Sebelum benar-benar menjadi kota besar, Siak sudah menata daerahnya. Banyak daerah di dunia yang setelah maju dulu baru terseok-seok mencari jati dirinya. Asal usulnya,” ujar Nedik.(sia02)
Post a Comment