KAMPAR, BANGKINANG – Persoalan kesehatan di Kabupaten Kampar kembali mencuat. Kerjasama antara Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terancam terhenti jika sampai akhir Desember 2018 ini rumah sakit ini belum terakreditasi.

Hal ini disampaikan Direktur RSUD Bangkinang Andri Justian di hadapan Ketua dan anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kampar dalam hearing atau rapat dengar pendapat di ruang Komisi II DPRD Kampar, Senin (19/3/2018). Hearing ini dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kampar Zumrotun didampingi anggota Komisi II DPRD Kampar Firman Wahyudi, H Kasru Syam dan Arif Rahman Hakim. 

“Kalau provinsi minta sekitar Juli harus penilaian dan September sudah ada nilai. Kepentingannya 28 November 2018 semua rumah sakit sudah akreditasi, kalau tidak diputus BPJS kerjasamanya,” beber Andri.

Dalam kesempatan ini Andri mengungkapkan sejumlah kendala dalam proses akreditasi ini. Ia menjelaskan, RSUD Bangkinang dari tahun 2014 sudah ditunjuk untuk mempersiapkan diri menjadi rumah sakit rujukan regional di Riau. Untuk mencapai RSUD rujukan ini maka syaratnya harus akreditasi, status rumah sakit harus naik dari tipe C ke tipe B dan akan ditetapkan layak atau tidaknya menjadi rumah sakit rujukan regional pada akhir tahun 2019. “Problem kita belum pernah lakukan akreditasi dari 2013 ke 2018. Begitu maju sistem berubah lagi. Sistem akreditasi berubah dari 5 layanan menjadi12 layanan dan 2018 berubah menjadi 16 layanan,” ucap Andri yang baru dilantik menjadi Dirut RSUD Bangkinang 4 Desember 2017 lalu. 

Ia mengungkapkan, kendala lain dalam proses akreditasi ini adalah masalah anggaran yang dinilai masih minim bila dibandingkan daerah lain seperti Dumai yang mencapai Rp 1 miliar. “Tahun ini empat ratus juta lebih,” katanya. 

Anggaran itu diantaranya untuk survei simulasi, anggaran bimbingan, akomodasi untuk pelatihan dan lainnya. “Banyak hal yang harus disiapkan untuk akreditasi. Direktur dan lainnya harus banyak memiliki sertifikat yang ia ikuti. Pelatihannya di Jakarta. Sekali pelatihan di Jakarta habis dana sekitar Rp 9 juta untuk satu orang.

Meskipun terbatas, pihaknya tetap mencari solusi lain. Dengan adanya kerjasama dengan rumah sakit di Pekanbaru bisa menekan biaya, Rp 30 juta bisa digunaka untuk 20 orang. 

Kemudian rumah sakit tipe B paling lambat bisa terwujud akhir 2019. Naik dari tipe c ke tipe B menurut Andri biasanya membutuhkan waktu selama dua tahun. “Dengan adanya anggaran 400 juta kita sudah terbantu walaupun perencanaan bimbingan tidak ada,” kata Andri lagi. Untuk menutupi kekurangan itu Andri mengungkapkan bahwa pihaknya mencoba menggunakan anggaran badan layanan umum daerah (BLUD) karena RSUD Bangkinang sudah berbentuk BLUD. 

Selain Direktur RSUD Bangkinang, Komisi II DPRD Kampar juga mencecar Kepala Dinas Kesehatan H Nurbit dan Plt Kepala Bappeda Kampar Fadil Mukhtar dengan sejumlah pertanyaan.

Kadis Kesehatan Kampar H Nurbit yang baru saja dilantik pekan lalu mengatakan, ia melihat ini persoalan ini adalah persoalan bersama antara Pemkab Kampar dengan DPRD Kampar dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Mengenai anggaran ia menyerahkan kepada DPRD dan tim anggaran pemerintah daerah.

Ia menyarankan segera membentuk tim dan masalah dana tidak perlu menjadi pikiran sebab ia menilai tim ini tak perlu dana yang banyak atau dana khusus. “Saya kepala dinas mikir daerah saya, tak mikir anggaran. Saya minta izin agar Dinas Keseahatan, Bappeda dan RSUD bekerja kolektif. Saya pikir nggak pakai konsultan,” ucapnya.

Ia minta waktu dua pekan kepada DPRD untuk membagi porsi kerja Diskes, RSUD maupun Bappeda. 

Untuk menjadikan RSUD Bangkinang menjadi rumah sakit rujukan regional menurutnya perlu adanya satelit empat buah, atau rumah saki tipe D. Untuk itu perlu kesiapan anggaran, penambahan tenaga dokter dan tenaga medis lainnya, luasan lahan dan lainnya. 

Ketua Komisi II DPRD Kampar Zumrotun dalam rapat ini menyampaikan, untuk akreditasi ini adalah tugas berat Direktur RSUD Bangkinang. “Kita tak mau bicara akan, nanti, kita bicara tapi goalnya. Ini sudah lama, lima tahun sudah ketinggalan. Meranti, Bengkalis dan Dumai sudah (akreditasi), Kampar kapan,” tegas politisi Gerindra itu. 

Ia juga menegaskan bahwa ini juga merupakan tugas Kadis Kesehatan yang baru. Ia minta Direktur RSUD tak perlu pusingkan lagi soal anggaran karena ada timnya nanti yang akan dibventuk. “Ini harus serius dilakukan, supaya jangan malu sebagai kabupaten tertua masa Kampar kalah dari daerah lain,” ucapnya.

Sementara itu anggota Komisi II lainnya Firman Wahyudi menegaskan, akreditasi mau tak mau sudah harus dilakukan karena ini terkait kerjasama dengan BPJS dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Kampar. Selanjutnya mengenai upaya kenaikan tipe RSUD Bangkinang harus tuntas akhir tahun 2019 karena rumah sakit ini sudah ditunjuk untuk menjadi rumah sakit rujukan regional. 

Untuk menunjang kenaikan tipe, politisi Partai Hanura ini minta Dinas Kesehatan berupaya memenuhi kebutuhan dokter spesialis. “Diskes apa program kedepannya agar ini bisa terpenuhi apakah ada atau tidak program belajar untuk spesialis. Jangan sampai kurang layanan karena dokter tinggal di Pekanbaru. Kalau Siak sudah menyekolahkan putra daerahnya untuk spesialis. Kita sudah tapi baru satu yang saya tahu,” beber Firman.(dow)

KAMPAR, BANGKINANG – Persoalan kesehatan di Kabupaten Kampar kembali mencuat. Kerjasama antara Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terancam terhenti jika sampai akhir Desember 2018 ini rumah sakit ini belum terakreditasi. Hal ini disampaikan Direktur RSUD Bangkinang Andri Justian di hadapan Ketua dan anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kampar dalam hearing atau rapat dengar pendapat di ruang Komisi II DPRD Kampar, Senin (19/3/2018). Hearing ini dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kampar Zumrotun didampingi anggota Komisi II DPRD Kampar Firman Wahyudi, H Kasru Syam dan Arif Rahman Hakim.

Post a Comment

Powered by Blogger.